Selasa, 17 Agustus 2021

TEORI PERMINTAAN TENAGA KERJA DALAM JANGKA PANJANG


Yuhka Sundaya

Artikel ini ditulis ketika Saya memelajari makroekonomi Tahun 2004. Semoga bermanfaat.

Berbeda dengan jangka pendek, sifat permintaan input dalam jangka panjang adalah semua input bersifat variabel atau dapat berubah-ubah. Gambar 2 mengilustrasikan hubungan antara investasi dengan tenaga kerja.

Gambar 4. Determinan Permintaan Tenaga Kerja Dalam Jangka Panjang

Gambar 2 terdiri dari tiga bagian, [2.a] menunjukkan keseimbangan pelaku usaha dalam jangka panjang, [2.b] menunjukkan pergeseran (movement) dan pergerakan (shiftment) kurva permintaan investasi dan [2.c] menunjukkan pergeseran (movement) dan pergerakan (shiftment) kurva permintaan tenaga kerja. Terdapat tiga hubungan antar input yang memungkinkan, yaitu hubungan saling melengkapi (complementer), hubungan saling menggantikan (substitution) dan hubungan saling bebas (independen). Dalam teori ini diasumsikan antara investasi (I) dengan tenaga kerja (TK) berhubungan saling melengkapi.

Keseimbangan awal pelaku usaha ditunjukkan oleh titik A dalam ketiga bagian gambar 2. Dalam gambar [2.a] pelaku usaha akan mencapai tingkat produksi yang optimal ketika kurva isoquant bersingggungan dengan kurva anggaran (budget line), dimana pada mulanya ia mengkombinasikan tenaga kerja dan investasi masing-masing sebesar TK1 dan I1. Ketika terjadi kenaikan suku bunga sebagai akibat dari upaya BI untuk memperkuat rupiah misalnya, maka kebijakan moneter ini dapat meningkatkan suku bunga dari r1 ke r2 (r2>r1). Dengan asumsi di pasar tenaga kerja tidak ada reaksi untuk meningkatkan upah, maka dalam gambar [2.a] perubahan suku bunga ini menyebabkan pergeseran intercept investasi yang menunjukkan seandainya seluruh biaya total faktor dialokasikan untuk investasi. Budget line bergeser dari TFC/w1 – TFC/r1 ke TFC/w1 – TFC/r2, dan hasil akhirnya keinginan investasi pelaku usaha menurun. Karena investasi dan tenaga kerja berhubungan saling melengkapi, maka penurunan investasi akan diikuti oleh penurunan penggunaan tenaga kerja, sehingga setelah terjadi kenaikan suku bunga penggunaan investasi dan tenaga kerja masing-masing menjadi sebesar I2 dan TK2 (gambar  [2.a]), dimana keseimbangan pelaku usaha berubah dari posisi A ke posisi B.

Dalam gambar [2.b] pengaruh kenaikan suku bunga ini ditunjukkan oleh kenaikan “r” dalam garis vertikal dari r1 ke r2 yang menyebabkan pengurangan permintaan investasi dari I1 ke I2. Dan dalam gambar [2.c], karena tenaga kerja penggunaannya saling melengkapi dengan investasi, maka walaupun tanpa terjadi perubahan tingkat upah, maka penggunaan tenaga kerja menurun dari TK1 ke TK2. Dengan demikian kenaikan suku bunga menyebabkan kurva permintaan tenaga kerja bergerak menurun dari DTK1 ke DTK2.

Kenyataannya, serikat pekerja dengan kekuatan politiknya senantiasa mampu memengaruhi pelaku usaha untuk menaikan tingkat upah. Misalnya setelah terjadi kenaikan suku bunga tadi, tingkat upah meningkat dari w1 ke w2. Kenaikan tingkat upah akan mengeser intercept tenaga kerja ke bawah, sehingga kurva budget line menjadi TFC/w2 – TFCr2. Hasil akhirnya adalah adanya penyesuaian atas keseimbangan pelaku usaha. Keseimbangan pelaku usaha menjadi berada pada posisi C. Dengan tetap mempertahankan asumsi hubungan komplementer antara tenaga kerja dan investasi, maka penurunan penggunaan tenaga kerja dari TK2 ke TK3 menyebabkan turunnya penggunaan investasi dari I2 ke I3 walaupun tidak ada perubahan dalam suku bunga.

Pada gambar [d.c] kenaikan tingkat upah menyebabkan bergesernya permintaan tenaga kerja dari posisi B ke posisi C dengan jumlah penggunaanya menurun dari TK2 ke Tk3. Dan pada gambar [2.b] karena tidak ada perubahan suku bunga (suku bunga tetap pada r2), maka kenaikan tingkat upah menggerakan permintaan investasi dari DI1 ke DI2 yang mana jumlah investasi yang digunakan menurun dari I2 menjadi I3.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda